Perjalanan Perkembangan Gedung Sumpah Pemuda
Museum Sumpah Pemuda telah mengalami peralihan fungsi berkali-kali hingga akhirnya dipugarkan sebagai bangunan bersejarah. Nah, berikut ini merupakan perjalanan perkembangan Gedung Sumpah Pemuda mulai dari awal berdiri sampai sekarang.

1908 - 1927: Commensalen Haus
Bangunan ini dijadikan rumah tinggal oleh pemiliknya, Sie Kong Liong, pada awal didirikannya. Namun, sejak tahun 1908, rumah ini disewakan kepada para pelajar STOVIA dan pelajar kedokteran sebagai tempat tinggal dan belajar. Mohammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soenarko, dan pemuda perintis kemerdekaan lainnya pernah tinggal di rumah ini. Gedung ini dikenal dengan nama Commensalen Haus saat itu.

1927 - 1928: Indonesische Clubhuis
Fungsi gedung ini berubah menjadi sebuah "tempat tongkrongan" pelajar lantaran banyaknya pelajar yang melakukan perkumpulan di sini. Aktivitas apapun yang berkaitan dengan kreativitas, organisasi, dan gerakan pemuda dilakukan di sini. Bahkan, Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club pun kerap singgah untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan perjuangan kemerdekaan. Nah, sejak saat itu gedung Kramat diberi nama Indonesische Clubhuis (IC).

1928: Gedung Sumpah Pemuda
Ikrar Sumpah Pemuda dicetuskan pada tahun ini. Para pelajar kesulitan dalam mencari sebuah tempat untuk mengadakan pertemuan sebab lokasi yang terbatas dan pantauan ketat dari pemerintah kolonial Belanda. Singkat cerita, gedung Kramat inilah yang kembali menjadi pilihan. Kongres ke-2 dan ke-3 diselenggarakan di gedung ini yang berhasil menghimpun 750 pelajar dari seluruh wilayah Indonesia.

1934 - 1937: Rumah Tinggal
Banyak pelajar yang tidak meneruskan sewa dan pergi meninggalkan gedung IC sesudah mereka lulus. Sie Kong Long menyewakan gedungnya kepada Pang Tjem Jam pada tahun 1934. Gedung dijadikan rumah tinggal lagi selama 3 tahun.

1937 - 1948: Toko Bunga
Setelah Pang Tjem Jam, berikutnya gedung disewakan kepada Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga.

1948 - 1951: Hotel Hersia
Sesudah menjadi toko bunga, gedung ini beralih fungsi menjadi hotel selama kurang lebih 3 tahun.

1951 - 1970: Kantor Bea Cukai
Inspektorat Bea dan Cukai kemudian menyewa gedung ini dan memakainya sebagai perkantoran dan penampungan karyawannya.

1973 - kini: Museum Sumpah Pemuda
Akhirnya, Pemerintah DKI Jakarta memugar dan menjadikannya sebagai Museum Sumpah Pemuda sesudah silih berganti fungsi.

Post a Comment

Previous Post Next Post